Sejarah Penggunaan Bahan Kontras dalam Radiografi

Bahan Kontras merupakan senyawa-senyawa yang digunakan untuk meningkatkan visualisasi (visibility) struktur-struktur internal pada sebuah pencitraan diagnostic medik. Bahan kontras dipakai pada pencitraan dengan sinar-X untuk meningkatkan daya attenuasi sinar-X (Bahan kontras positif) atau menurunkan daya attenuasi sinar-X (bahan kontras negative dengan bahan dasar udara atau gas).
Sejarah perkembangan bahan kontras dimulai pada tahun 1897, pada saat itu Tuffier melakukan percobaan dengan memasukkan sebuah kawat ke dalam ureter melalui kateter. Pada percobaan tersebut, kawat tampak pada gambaran radiografi membentuk gambaran dari ureter. Padahal sebelumnya amatlah sulit untuk memvisualisasikan gambaran ureter pada gambaran radiografi.
Sejak saat itu dimulailah berbagai percobaan dengan menggunakan bahan kontras cair untuk menggambarkan anatomi dari traktus urinarius.  Bahan cair yang digunakan untuk percobaan tersebut antara lain koloid perak, bismuth, natrium iodide, perak iodide, dan stronsium klorida. Penggunaan suspensi Bismuth Nitrat diperkenalkan oleh Klose dan Wulf pada tahun 1904.
Namun perak dan bismuth ditinggalkan karena memiliki ukuran atom yang cukup besar, tidak larut dalam air sehingga tersisa dalam tubuh pasca pemeriksaan, dan berefek toksik bagi ginjal.
 Dengan ditinggalkannya perak dan bismuth, para peneliti mulai meneliti bahan Iodium, terutama bahan Natrium Iodida, karena bahan ini mudah larut dalam air.  Namun masih ada kendala yang terjadi, yaitu ukuran atom iodium masih cukup besar dan iodium yang bebas bersifat toksik.  NatriumIodida mash tetap berbahaya karena tetap mengakibatkan efek samping karena menghasilkan Iodium bebas.
Berangsur-angsur metode tersebut mulai ditinggalkan karena menimbulkan komplikasi yang berbahaya. Infeksi, trauma jaringan, terjadinya emboli, dan deposit perak dalam ginjal merupakan akibat sampingan yang tidak bisa dihindari.
Pada tahun 1928 seorang ahli urologi, Dr.Moses Swick bekerjasama dengan Prof.Lichtwitz,Binz, Rath, dan Lichtenberg memperkenalkan penemuannya tentang media kontras iodium water-soluble yang digunakan dalam pemeriksaan urografi secara intravena.  Media kontras yang berhasil disintesa adalah sodium iodopyridone-N-acetic acid yang disebut Urosectan-B (Iopax), dan sodium oidomethamate yang disebut Uroselectan-B (Neoiopax).
Dari segi radiograf kedua macam media kotras tersebut memberikan hasil yang memuaskan, namun dari pasiennya masih menimbulkan efek yang merugikan, yaitu : mual dan muntah.
Dr.Swick dan kawan-kawan kemudian melakukan pengembangan yaitu menggunakan Iodopyracet  menggantikan Neoiopax dalam pemerikasaan Urografi intra vena.  Namun penyebab terjadinya efek mual dan muntah masih menjadi misteri yang belum terpecahkan pada saat itu.
Tahun 1950 semua jenis media kontras untuk pemakaian secara intravaskuler mulai mengalami pergantian. Intravaskular menggunakan molekul asam benzoat sebagai bahan dasarnya dengan mengikat tiga atom iodium.  
Akhirnya media kontras yang dapat pula digunakan secara intravaskular secara kontinyu terus mengalami penyempurnaan. Dari hasil penelitian membuktikan ionisitas dan osmolalitas  merupakan kunci utama terjadinya keracunan pada pasien.
Pada tahun 1969 dr.Torsten Almen mengembangkan jenis media kontras non-ionik dengan osmolalitas yang cukup rendah.
Mula-mula ia mengadakan penelitian terhadap keluarga Metrizamide yang sebelumnya dipakai pada pemeriksaan mielografi. Dengan diciptakannya media kontras water soluble untuk pemeriksaaan mielografi, penggunaan secara intravaskular mulai dipelajari.
Hasil akhir penelitian memberikan jalan yang terbaik untuk segala macam pemeriksaan radiologi yang menggunakan media kontras iodium non-ionik water-soluble secara intravaskular 
Namun meskipun bahan kontras sudah mampu memvisualisasikan struktur – struktur internal pada pencitraan diagnostic medic, masih terdapat kendala mengenai kualitas visualisasi yang ditampilkan.  Kualitas visualisasi dari bahan kontras mengalami perbedaan pada gambaran CT Scan. Hal – hal yang mempengaruhi dari adanya perbedaan nilai kontras dari kontras media antara lain adalah;
·         Cardiac output pasien,
·         Kecepatan aliran bahan kontras saat diinjeksikan (Injection rate)
·         Total volume yang diinjeksikan,
·         Konsentrasi bahan kontras,
 ·         Tipe injeksi, uniphase atau biphase,
·         Ureum creatin,
·         Berat badan,
·         Jenis penyakit yang diderita,
·         Waktu delay scan time,
·         Kecepatan pesawat CT dalam mengambil data (Scan Time)
Selain itu juga ada perbedaan nilai kontras pada seorang pasien yang dilakukan pemeriksaan CT Scan dengan menggunakan bahan kontras di tiap slice yang didapat.  Pada slice tertentu pada pemeriksaan CT Scan didapatkan gambaran kontras yang cukup baik dan pada slice yang lainnya, kontras yang didapat menjadi menurun. Untuk hal ini, yang sangat mempengaruhinya adalah :
·         Injection Rate, kecepatan aliran bahan kontras saat dilakukan penyuntikan,
·         Kecepatan pesawat CT Scan dalam mengambil data pada saat scaning (Scan Time),  dan 
·         Kecepatan aliran darah dari pasien (Cardiac Output).
Untuk kecepatan aliran bahan kontras, sebelumnya sangat mengalami kendala karena dengan penyuntikan secara manual, kecepatan aliran menjadi berubah-ubah tergantung kepada petugas yang melakukan penyuntikan.  Namun hal ini dapat diatasi dengan penggunaan injector otomatis.
Untuk faktor kecepatan pesawat CT Scan dalam mengambil data saat scaning, sebenarnya dapat diatasi dengan menggunakan pesawat CT Scan yang lebih canggih yang mampu melakukan pengambilan data dengan sangat cepat.  Namun karena harganya yang cukup mahal, hal ini tetap menjadi suatu kendala yang cukup serius yang perlu diatasi.
Sedangkan untuk factor kecepatan aliran darah pasien, selama ini disiasati dengan menggunakan teknik biphase pada penyuntikan bahan kontras dengan menggunakan injector otomatis.
Aliran darah yang cepat, mengantarkan bahan kontras dengan cepat pula.  Sehingga bahan kontras yang melewati organ yang diperiksa juga menjadi cepat.  Hal ini mengakibatkan penggambaran radiografi menjadi terdapat perbedaan dalam kualitas nilai kontras yang didapat dari bahan kontras tersebut.  Pada saat pengambilan scan dilakukan bersamaan dengan bahan kontras melewati organ, gambaran kualitas kontras radiografi dari organ yang diperiksa menjadi sangat baik.  Namun saat scaning pada bagian berikutnya, bahan kontras sudah bergerak cepat keluar dari organ tersebut sehingga gambaran radiografi yang didapat kualitasnya menjadi jauh berkurang.
Penggunaan teknik biphase pada penyuntikan bahan kontras yang menggunakan injector otomatis adalah dengan menggunakan kecepatan yang berbeda pada saat penyuntikannya.  Bahan kontras yang dimasukkan biasanya dibagi dua bagian. Bahan kontras bagian kedua biasanya disuntikan lebih lambat dari bagian pertama. Hal ini dimaksudkan agar pada saat pengambilan data diwaktu scaning, bahan kontras tidak terlalu cepat bergerak meninggalkan organ sehingga kualitas kontras yang didapat menjadi lebih baik.
Referensi :
  Siemens, Syngo CT2010c Somatom Spirit Application Guide, 2010
 Materi Kuliah, Bahan Kontras Radiografi,  Program D4 Jurusan Teknik Radiografi.

0 komentar:

BAGIAN-BAGIAN PESAWAT RONTGEN

  • TABUNG RONTGEN

PRINSIP KERJA TABUNG RONTGEN
TUBE LABEL
TABUNG RONTGEN DIBUAT HAMPA UDARA BERISI ANODA DAN KATODA
  • RUMAH TABUNG

 
  • KEPALA TABUNG

  • ANODA

ANODA YANG MASIH BARU
ANODA YANG SUDAH RUSAK (TERDAPAT LUBANG-LUBANG BEKAS TEMBAKAN ELEKTRON)
TABUNG RONTGEN DENGAN ANODA PUTAR
Anoda putar memungkinkan elektron tidak tertuju pada satu titik sehingga pesawat tidak cepat panas dan membuat pesawat lebih awet
 
TABUNG RONTGEN DENGAN ANODA DIAM
Kelemahan tabung rontgen dengan anoda diam ini adalah pesawat mudah rusak karena elektron hanya tertuju pada satu titik pada anoda.
  • KOLIMATOR

kolimator berfungsi sebagai pengatur kolimasi (luas lapangan penyinaran)
  • PENDINGIN TABUNG

  • MEJA KONTROL

meja kontrol terletak dibelakang shielding, berfungsi mengatur faktor exposi dan melakukan expose.
  • MEJA PEMERIKSAAN

gambar meja pemeriksaan tanpa tutup atas.
Tempat memasukkan kaset dibawah meja pemeriksaan.
BUCKY STAND

 
























0 komentar:

Dasar-dasar Pesawat Rontgen


  • Tegangan Line 

Tegangan line adalah tegangan atau catu daya yang mensupply suatu alat/pesawat agar alat tsb dapat berfungsi. Tegangan Line dapat berupa tegangan AC maupun DC. Tegangan Line AC pada umunya diperoleh dari tegangan PLN · 
  • Line Voltage Compensator.
Line Voltage Compensator (LVC) sering disebut juga Line Selector. LVC ini berada pada rangkaian awal dari power supply sebuah pesawat rontgen. Tujuan LVC ini adalah mengatur agar tegangan yang masuk ke pesawat Rontgen sesuai dengan tegangan yang dibutuhkan oleh pesawat itu sendiri. Kadang tegangan supply yang dari PLN nilainya dapat kurang atau lebih dari standar, maka LVC ini mengaturnya agar sesuai yang akan dikomsumsi pesawat tsb. Line Selector pada umumnya diatur secara manual oleh operatornya · 
  • Auto Trafo (Automatic Transformer)
. Auto trafo bentuknya hampir sama dengan biasa, namun pada trafo ini jarang dijumpai adanya lilitan primer maupun sekundernya yang terpisah, lilitannya hanya lilitan tunggal yang terlilit pada inti besi, namun terdapat beberapa terminal pengaturan tegangan output. · 
  • Transformator.
 Transformtor biasanya orang menyingkatnya dengan kata trafo, gunannya adalah untuk menaikkan atau menurunkan tegangan AC. Pada hakekatnya trafo terdiri dari teras atau lempengan besi lunak yang disusun rapat, lilitan primer dan lilitan sekunder. Lilitan primer adalah gulungan /lilitan kawat tembaga yang dialiri arus / tegangan yang masuk (input), sedangkan lilitan sekunder adalah gulungan kawat tembaga yang mempunyai tegangan output setelah inputnya diberi tegangan. Kenaikkan/penurunan tegangan output sebanding dengan perbandingan jumlah lilitan pada primer maupn sekunder. ·
  • Tabung sinar x
Jenis tabung x dibedakan 2 jenis yaitu : Tabung rontgen degan anoda putar (Rotating anode) dan tabung rontgen dengan anoda diam (Stationary anode). Beberapa bagian yang terdapat pada tabung rontgen antara lain : Katoda, Anoda, Rotor (berada diluar insert tube), Stator, Target (piring anoda terbuat dari wolfram), Tangkai Molybdenum, Rumah tabung (tube housing, Expansion diaphragma, Tombol pengaman (safety switch), Tube windows( jendela tanung), Minyak pemdingin (olie trafo) ·         
  • Katoda
. Merupakan tempat filamen yang terbuat dari kawat tungsten yang mempunyai titik lebur tinggi. Pada filamen terjadi emisi elektron akibat pemanasan filamen. Emisi elektron artinya terlepasnya elektron dari atom-atom bahan filamen tersebut (atom Wolfram) oleh karena panas yang terjadi pada filamen. Banyaknya elektron bebas dapat terjadi pada permukaan filamen tergantung pada pengaturan tegangan yang masuk ke filamen diatur melalui pengaturan tahanan (Rheostat). Disamping mempunyai kutub negatif, filamen juga dilengkapi alat pemusat elektron (focusing cup) pada ujung filamen. · 
  •  Anoda
 Merupakan sasaran (target) yang akan ditembaki oleh elektron, dilengkapi dengan bidang focus (focal spot). Permukaan anoda membentuk sudut dengan kemiringan 45 derajat. Kemiringan ini untuk mendapatkan focus efektif agar sinar x yang keluar dari tabung dapat terarah. Bahan anoda terbuat dari wolfram/tungsten, dg nomor atom 74 dan mempunyai titik lebur 3360 derajat Celcius, mempunyai keuntungan sebagai penghantar panas yang baik. Anoda ini juga berfungsi/merangkap sebagi kutub positif. · Tube Housing Dinding bagian luar tabungdisebut rumah tabung ,erbuat dari metal, bagian dalamnya terbuat dari lapisan timbal (Pb), Fungsi dinding ini agar dapat menekan radiasi yang tidak dibutuhkan. Rumah tabung juga dilengkapi sambungan kabel tegangan tinggi yaitu kabel dari HTT. · 
  • Tombol (safety switch dan Expansion diaphragma)
Pada beberapa tabung dilengkapi juga dengan alat pengaman terhadap panas yang berlebihan yang mungkin terjadi didalam tabung akibat proses pembangkitan sinar x tersebut. Alat pangaman ini disebut safety switch denganmemmanfaatkan alat membran yang terdapat pada expansion chamber). · 
  • Windows (jendela tabung)
Pada bagian dimana sinar dapat keluar disebut poet (window) ditutup dngan bahan yang terbuat dari kaca atau mika/plastik/acrylic yang fungsinya disamping dapat melewatkan sinar x , juga dapat menahan minyak trafo yang ada didalam tabung agar tidak dapat keluar.
  • Dinding tabung
 Dinding tabung insert ini terbuat dari gelas pyrex yang berfungsi untuk menempatkan filamen dan target berada didalam ruangan hampa udara. Keadaan hampa udara ini berfungsi agar elektron didalam tabung dapatdikendalikan, Tabung kaca yang tinggi kevakumannya ini terendam dalam minyak trfao. Minyak ini berfungsi sebagai bahan isolasi tegangan tinggi dan juga sebagai pendingin tabung rontgen.
  • Rotor
Berfungsi agar anoda dapat berputar sampai 8000-9000 rpm. Keuntungan denga anoda putar antara lain pendinginan dpt lebih sempurna, target elektron dapat berganti-ganti sehingga bisa awet.
Filter tabung sinar-X.
 Pada jendela tabung Rontgen ditempatkan / dipasang filter sinar xl. Ada 2 macam filter, yaitu : a. Inhernt filter dan b. Additional filter.
  • Inherent Filter.
 Merupakan bahan-bahan yang dilalui sinar x setelah keluar dari target. Inherent filter terdiri dari gelas/kaca (tabung sinar x, minyak trafo, acrylic jendela tabung, seluruhnya setara dengan ketebalan dari 0,5 – 1,0 mm aluminium.
  • Additional Filter (filter tambahan).
 Untuk setiap pesawat perlu mendapat tambahan filter yakni 1,5 mm – 2,0 mm ketebalan aluminium yang gunanya untuk dapat menahan sinar-x yang mempunyai panjang gelombang tertentu. Untuk itu ada ketentuan-ketentuan (tabel tertentu) didalam penggunaan filter tambahan ini sesuai dengan besarnya KV yang digunakan. Tabung Rontgen bila digunakan harus mempergunakan alat yang dapat mengarahkan dan membatasi lapangan penyinaran berupa collimator yang dapat diatur besar/kecilnya luas bidang pemaparan.
  • Persyaratan tabung sinar-X.
a. Terbuat dari Metalic dan pada bagian dalamnya dilapisi dengan timah hitam/timbal sehingga tahan panas terhadap sinar-x (x-ray proof) 
b. Dinding tabung tahan akan goncangan (shock proof) 
c. Harus mempunyai bahan isolasi (minyak trafo) dan tahan terhadap tegangan tinggi. 
d. Pada tabung terdapat socket yang berhubungan dengan ujung kabel tegangan tinggi untuk anoda dan katoda. 
e. Mampu menerima panas (Anoda heat storage capacity).
 

0 komentar:

Efek Radiasi Terhadap Manusia



Efek radiasi terhadap sel tubuh
Jika radiasi mengenai tubuh manusia, ada 2 kemungkinan yang dapat terjadi: berinteraksi dengan tubuh manusia, atau hanya melewati saja. Jika berinteraksi, radiasi dapat mengionisasi atau dapat pula mengeksitasi atom. Setiap terjadi proses ionisasi atau eksitasi, radiasi akan kehilangan sebagian energinya. Energi radiasi yang hilang akan menyebabkan peningkatan temperatur (panas) pada bahan (atom) yang berinteraksi dengan radiasi tersebut. Dengan kata lain, semua energi radiasi yang terserap di jaringan biologis akan muncul sebagai panas melalui peningkatan vibrasi (getaran) atom dan struktur molekul. Ini merupakan awal dari perubahan kimiawi yang kemudian dapat mengakibatkan efek biologis yang merugikan.
Satuan dasar dari jaringan biologis adalah sel. Sel mempunyai inti sel yang merupakan pusat pengontrol sel. Sel terdiri dari 80% air dan 20% senyawa biologis kompleks. Jika radiasi pengion menembus jaringan, maka dapat mengakibatkan terjadinya ionisasi dan menghasilkan radikal bebas, misalnya radikal bebas hidroksil (OH), yang terdiri dari atom oksigen dan atom hidrogen. Secara kimia, radikal bebas sangat reaktif dan dapat mengubah molekul-molekul penting dalam sel.
DNA (deoxyribonucleic acid) merupakan salah satu molekul yang terdapat di inti sel, berperan untuk mengontrol struktur dan fungsi sel serta menggandakan dirinya sendiri.
Setidaknya ada dua cara bagaimana radiasi dapat mengakibatkan kerusakan pada sel. Pertama, radiasi dapat mengionisasi langsung molekul DNA sehingga terjadi perubahan kimiawi pada DNA. Kedua, perubahan kimiawi pada DNA terjadi secara tidak langsung, yaitu jika DNA berinteraksi dengan radikal bebas hidroksil. Terjadinya perubahan kimiawi pada DNA tersebut, baik secara langsung maupun tidak langsung, dapat menyebabkan efek biologis yang merugikan, misalnya timbulnya kanker maupun kelainan genetik.
Pada dosis rendah, misalnya dosis radiasi latar belakang yang kita terima sehari-hari, sel dapat memulihkan dirinya sendiri dengan sangat cepat. Pada dosis lebih tinggi (hingga 1 Sv), ada kemungkinan sel tidak dapat memulihkan dirinya sendiri, sehingga sel akan mengalami kerusakan permanen atau mati. Sel yang mati relatif tidak berbahaya karena akan diganti dengan sel baru. Sel yang mengalami kerusakan permanen dapat menghasilkan sel yang abnormal ketika sel yang rusak tersebut membelah diri. Sel yang abnormal inilah yang akan meningkatkan risiko tejadinya kanker pada manusia akibat radiasi.
Efek radiasi terhadap tubuh manusia bergantung pada seberapa banyak dosis yang diberikan, dan bergantung pula pada lajunya; apakah diberikan secara akut (dalam jangka waktu seketika) atau secara gradual (sedikit demi sedikit).
Sebagai contoh, radiasi gamma dengan dosis 2 Sv (200 rem) yang diberikan pada seluruh tubuh dalam waktu 30 menit akan menyebabkan pusing dan muntah-muntah pada beberapa persen manusia yang terkena dosis tersebut, dan kemungkinan satu persen akan meninggal dalam waktu satu atau dua bulan kemudian. Untuk dosis yang sama tetapi diberikan dalam rentang waktu satu bulan atau lebih, efek sindroma radiasi akut tersebut tidak terjadi.
Contoh lain, dosis radiasi akut sebesar 3,5 – 4 Sv (350 – 400 rem) yang diberikan seluruh tubuh akan menyebabkan kematian sekitar 50% dari mereka yang mendapat radiasi dalam waktu 30 hari kemudian. Sebaliknya, dosis yang sama yang diberikan secara merata dalam waktu satu tahun tidak menimbulkan akibat yang sama.
Selain bergantung pada jumlah dan laju dosis, setiap organ tubuh mempunyai kepekaan yang berlainan terhadap radiasi, sehingga efek yang ditimbulkan radiasi juga akan berbeda.
Sebagai contoh, dosis terserap 5 Gy atau lebih yang diberikan secara sekaligus pada seluruh tubuh dan tidak langsung mendapat perawatan medis, akan dapat mengakibatkan kematian karena terjadinya kerusakan sumsum tulang belakang serta saluran pernapasan dan pencernaan. Jika segera dilakukan perawatan medis, jiwa seseorang yang mendapat dosis terserap 5 Gy tersebut mungkin dapat diselamatkan. Namun, jika dosis terserapnya mencapai 50 Gy, jiwanya tidak mungkin diselamatkan lagi, walaupun ia segera mendapatkan perawatan medis.
Jika dosis terserap 5 Gy tersebut diberikan secara sekaligus ke organ tertentu saja (tidak ke seluruh tubuh), kemungkinan besar tidak akan berakibat fatal. Sebagai contoh, dosis terserap 5 Gy yang diberikan sekaligus ke kulit akan menyebabkan eritema. Contoh lain, dosis yang sama jika diberikan ke organ reproduksi akan menyebabkan mandul.
Efek radiasi yang langsung terlihat ini disebut Efek Deterministik. Efek ini hanya muncul jika dosis radiasinya melebihi suatu batas tertentu, disebut Dosis Ambang.
Efek deterministik bisa juga terjadi dalam jangka waktu yang agak lama setelah terkena radiasi, dan umumnya tidak berakibat fatal. Sebagai contoh, katarak dan kerusakan kulit dapat terjadi dalam waktu beberapa minggu setelah terkena dosis radiasi 5 Sv atau lebih.
Jika dosisnya rendah, atau diberikan dalam jangka waktu yang lama (tidak sekaligus), kemungkinan besar sel-sel tubuh akan memperbaiki dirinya sendiri sehingga tubuh tidak menampakkan tanda-tanda bekas terkena radiasi. Namun demikian, bisa saja sel-sel tubuh sebenarnya mengalami kerusakan, dan akibat kerusakan tersebut baru muncul dalam jangka waktu yang sangat lama (mungkin berpuluh-puluh tahun kemudian), dikenal juga sebagai periode laten. Efek radiasi yang tidak langsung terlihat ini disebut Efek Stokastik.
Efek stokastik ini tidak dapat dipastikan akan terjadi, namun probabilitas terjadinya akan semakin besar apabila dosisnya juga bertambah besar dan dosisnya diberikan dalam jangka waktu seketika. Efek stokastik ini mengacu pada penundaan antara saat pemaparan radiasi dan saat penampakan efek yang terjadi akibat pemaparan tersebut. Kecuali untuk leukimia yang dapat berkembang dalam waktu 2 tahun, efek pemaparan radiasi tidak memperlihatkan efek apapun dalam waktu 20 tahun atau lebih.
Salah satu penyakit yang termasuk dalam kategori ini adalah kanker. Penyebab sebenarnya dari penyakit kanker tetap tidak diketahui. Selain dapat disebabkan oleh radiasi pengion, kanker dapat pula disebabkan oleh zat-zat lain, disebut zat karsinogen, misalnya asap rokok, asbes dan ultraviolet. Dalam kurun waktu sebelum periode laten berakhir, korban dapat meninggal karena penyebab lain. Karena lamanya periode laten ini, seseorang yang masih hidup bertahun-tahun setelah menerima paparan radiasi ada kemungkinan menerima tambahan zat-zat karsinogen dalam kurun waktu tersebut. Oleh karena itu, jika suatu saat timbul kanker, maka kanker tersebut dapat disebabkan oleh zat-zat karsinogen, bukan hanya disebabkan oleh radiasi.

0 komentar:

Keselamatan Kerja Radiologi

Radiasi yang digunakan di Radiologi di samping bermanfaat untuk membantu menegakkan diagnosa, juga dapat menimbulkan bahaya bagi pekerja radiasi dan masyarakat umum yang berada disekitar sumber radiasi tersebut. Besarnya bahaya radiasi ini ditentukan oleh besarnya radiasi, jarak dari sumber radiasi, dan ada tidaknya pelindung radiasi.

Upaya untuk melindungi pekerja radiasi serta masyarakat umum dari ancaman bahaya radiasi dapat dilakukan dengan cara :


1. Mendesain ruangan radiasi sedemikian rupa sehingga paparan radiasi tidak melebihi batas-batas yang dianggap aman.
2. Melengkapi setiap ruangan radiasi dengan perlengkapan proteksi radiasi yang tepat dalam jumlah yang cukup.
3. Melengkapi setiap pekerja radiasi dan pekerja lainnya yang karena bidang pekerjaannya harus berada di sekitar medan radiasi dengan alat monitor radiasi.
4. Memakai pesawat radiasi yang memenuhi persyaratan keamanan radiasi.
5. Membuat dan melaksankan prosedur bekerja dengan radiasi yang baik dan aman.

1. Desain dan paparan di ruangan radiasia. Ukuran Ruangan Radiasi
· Ukuran minimal ruangan radiasi sinar-x adalah panjang 4 meter, lebar 3 meter, tinggi 2,8 meter.
· Ukuran tersebut tidak termasuk ruang operator dan kamar ganti pasien.

b. Tebal Dinding
· Tebal dinding suatu ruangan radiasi sinar-x sedemikian rupa sehingga penyerapan radiasinya setara dengan penyerapan radiasi dari timbal setebal 2 mm.
· Tebal dinding yang terbuat dari beton dengan rapat jenis 2,35 gr/cc adalah 15 cm.
· Tebal dinding yang terbuat dari bata dengan plester adalah 25 cm.

c. Pintu dan Jendela
· Pintu serta lobang-lobang yang ada di dinding (misal lobang stop kontak, dll) harus diberi penahan-penahan radiasi yang setara dengan 2 mm timbal.
· Di depan pintu ruangan radiasi harus ada lampu merah yang menyala ketika meja kontrol pesawat dihidupkan.


 
· Tujuannya adalah :
ã Untuk membedakan ruangan yang mempunyai paparan bahaya radiasi dengan ruangan yang tidak mempunyai paparan bahaya radiasi.
ã Sebagai indikator peringatan bagi orang lain selain petugas medis untuk tidak memasuki ruangan karena ada bahaya radiasi di dalam ruangan tersebut.
ã Sebagai indikator bahwa di dalam ruangan tersebut ada pesawat rontgen sedang aktif.
ã Diharapkan ruangan pemeriksaan rontgen selalu tertutup rapat untuk mencegah bahaya paparan radiasi terhadap orang lain di sekitar ruangan pemeriksaan rontgen.

· Jendela di ruangan radiasi letaknya minimal 2 meter dari lantai luar. Bila ada jendela yang letaknya kurang dari 2 meter harus diberi penahan radiasi yang setara dengan 2 mm timbal dan jendela tersebut harus ditutup ketika penyinaran sedang berlangsung.
· Jendela pengamat di ruang operator harus diberi kaca penahan radiasi minimal setara dengan 2 mm timbal.

d. Paparan Radiasi
· Besarnya paparan radiasi yang masih dianggap aman di ruangan radiasi dan daerah sekitarnya tergantung kepada pengguna ruangan tersebut.
· Untuk ruangan yang digunakan oleh pekerja radiasi besarnya paparan 100 mR/minggu.
· Untuk ruangan yang digunakan oleh selain pekerja radiasi besarnya paparan 10 mR/minggu.


Sumber: http://cafe-radiologi.blogspot.com/search/label/Proteksi%20Radiasi

0 komentar:

Teknik Radiografi Kepala


KEPALA atau CRANIUM

( AP, LATERAL , DAN PA )

PROYEKSI AP

Ukuran Kaset : 24 x 30 cm memanjang
FFD : 90 cm
CR : Vertikal tegak lurus film
CP : Tepat pada Glabella atau nasion

Posisi Pasien :

- Pasien tidur pada posisi supine diatas meja pemeriksaan dengan MSP tubuh tepat pada Mid Line meja pemeriksaan
- Kepala diposisikan AP dengan menempatkan MSP kepala tegak lurus pada bidang film
- Orbito Meatal Line (OML) tegak lurus bidang film
- Lakukan fiksasi pada bagian kepala dengan menggunakan spon dan juga sandbag untuk mencegah perputaran atau pergerakan pada objek kepala pasien
- Atur luas kolimasi atau batas lapangan penyinaran sesuai dengan besar objek ( tidak terlalu luas dan tidak terlalu sempit ) sebagai tindakan untuk proteksi radiasi terhadap pasien
- Jangan lupa untuk menggunakan Grid untuk menyerap radiasi hambur supaya gambaran yang dihasilkan baik

- Lindungi gonad pasien dengan menggunakan apron 

- Jika sudah siap seluruhnya, lakukan eksposi dengan faktor eksposi yang sudah disesuaikan untuk pemotretan kepala AP



Kriteria Gambar :
- Seluruh kepala tampak pada proyeksi Antero Posterior (AP), dengan batas atas verteks dan batas bawah simphysis menti (kedua batas itu diharapkan tidak terpotong)
- Kepala dalam posisi simetris, jarak batas orbita dengan lingkar kepala sama kiri dan kanan
- Tampak sinus frontalis, maksilaris, sinus ethmoidalis, dan crista galli
- Os frontalis tampak jelas
- Marker R atau L tampak sebagai penanda objek kiri atau kanan

 
Baca Selengkapnya ( Klik READ MORE )

PROYEKSI  LATERAL

Ukuran Kaset : 24 x 30 cm memanjang
FFD : 90 cm
CR : Vertikal tegak lurus film
CP : 5 cm di atas Meatus Acusticus Externa (MAE)

Posisi Pasien :

- Pasien tidur pada posisi semi prone diatas meja pemeriksaan dengan MSP tubuh tepat pada Mid Line meja pemeriksaan
- Kepala harus diposisikan true lateral dengan menempatkan MSP kepala sejajar pada bidang film
- Infra Orbito Meatal Line ( IOML ) sejajar dengan bidang film
- Inter Pupillary Line (IPL) tegak lurus dengan bidang film
- Jangan lupa untuk menggunakan Marker R atau L sebagai penanda objek kiri atau kanan
- Lakukan fiksasi pada bagian kepala dengan menggunakan sand bad dan spon untuk mencegah pergerakan pada objek kepala pasien
- Atur luas kolimasi atau luas lapangan penyinaran sesuai dengan ukuran objek, tidak terlalu luas dan tidak terlalu kecil sebagai bentuk proteksi terhadap pasien
- Lindungi gonad pasien dengan menggunakan apron
- Jangan lupa  menggunakan Grid untuk menyerap radiasi hambur supaya gambaran yang dihasilkan baik
- Jika sudah siap seluruhnya, lakukan eksposi dengan faktor eksposi yang sudah disesuaikan untuk pemotretan kepala Lateral

 

Kriteria Gambar :

- Tampak keseluruhan kepala atau cranium dalam posisi lateral dengan batas atas vertex, batas belakang os occipital, batas depan soft tissue hidung
- Tampak sella tursica tidak berotasi dan tampak overlapping
- Tampak ramus mandibula yang superposisi
- Tampak Mastoid yang superposisi
- Tampak MAE yang superposisi
- Tergambarnya marker R atau L sebagai penanda objek kiri atau kanan.


PROYEKSI PA

Ukuran Kaset : 24 x 30 cm memanjang
FFD : 90 cm
CR : Vertikal tegak lurus film
CP : Tepat pada Glabella atau nasion

 Posisi Pasien :

- Pasien tidur pada posisi Prone di atas meja pemeriksaan dengan MSP tubuh tepat pada Mid Line meja pemeriksaan
- Kepala diposisikan PA dengan menempatkan dahi dan hidung menempel pada meja pemeriksaan
- MSP kepala tegak lurus pada bidang film
- Orbito meatal line ( OML ) tegak lurus pada bidang film
- Lakukan fiksasi dengan cara dagu diganjal dengan spon untuk mencegah pergerakan dan pastikan tidak ada perputaran pada objek kelapa pasien
 - Jangan lupa gunakan marker R atau L sebagai penanda objek kiri atau kanan
- Atur luas kolimasi atau luas lapangan penyinaran sesuai dengan ukuran objek, tidak terlalu luas dan tidak terlalu kecil sebagai bentuk proteksi terhadap pasien
- Lindungi gonad pasien dengan menggunakan apron
- Jangan lupa  menggunakan Grid untuk menyerap radiasi hambur supaya gambaran yang dihasilkan baik

- Jika sudah siap seluruhnya, lakukan eksposi dengan faktor eksposi yang sudah disesuaikan untuk pemotretan kepala PA.

Kriteria Gambar :

- Tampak keseluruhan kepala atau cranium dengan posisi PA dengan batas atas vertex, batas bawah simphysis menti, bagian samping kanan dan kiri kepala tidak terpotong
- Tampak sinus frontalis, maksilaris dan ethmoidalis
- Tervisualisasi marker R atau L.


Sumber: http://cafe-radiologi.blogspot.com/2010/08/teknik-radiografi-kepala.html

0 komentar:

MANUAL VS AUTOMATIS PROCESSING RADIOGRAF



20NOV
Seiring lemajuan teknologi, telah ada perkembangan dari system pemrosesan film radiograf secara manual dimana proses pencucian dilakukan oleh operator menjadi system pemrosesan film radiograf yang secara otomatis dikerjakan oleh suatu perangkat (automatic proscessor).
Tentunya perubahan haruslah kea rah yang lebih baik. Ada suatu pebedaan antara pemrosesan manual dan otomatis diantaranya menyangkut tiga hal yaitu waktu, kemudahan, dan ekonomi.
 Waktu
secara umum, waktu yang dibutuhkan dalam prosesing otomatis relatif lebih singkat atau cepat dibandingkan dengan prosesing manual.
 Kemudahan
Pada manual processing, ada delapan tahap yang harus dikerjakan oleh seorang operator yang memproses radiograf di kamar gelap:
  1. Unloading film
  2. Loading film ke hanger
  3. Development
  4. Rinsing
  5. Fixing
  6. Washing
  7. Drying
  8. Reload film yang baru ke dalam kaset
Namun, pada automatic processing, hanya dibutuhkan beberapa tahap saja yaitu:
  1. Unloading Film
  2. Memasukkan film ke dalam processor
  3. Reloading film baru ke dalam kaset
 Ekonomi
Secara ekonomi, meskipun perangkat prosesing otomatis terbilang mahal, namun untuk jangka panjang akan dapat mengurangi biaya-biaya yang lain serta akan memberikan efisiensi kerja yang lebih tinggi. Hal ini dikarenakan dengan menggunakan prosesing otomatis, maka akan lebih banyak film yang dapat diproses dengan prosesing otomatis dari pada manual dalam waktu yang sama. Beberapa perbedaan ekonomis antara prosesing otomatis dan manual:
  1. Prosesing otomatis akan mengeliminasi kebutuhan akan hanger serta biaya penggantian hanger seperti jika terjadi kerusakan hanger yang di gunakan pada prosesing manual.
  2. Konsumsi air untuk prosesing (rinsing dan washing) pada automatic processing jauh lebih sedikit dari pada manual processing.
  3. Sampah film dapat direduksi. Hal ini karena proses developing bekerja secara standart.
  4. Untuk biaya larutan kimia pada prosesing manual dan otomatis relative hamper sama.
  5. Operator kamar gelap rata-rata dapat memproses film sebanyak 5m2/jam secara manual. sedangkan dengan automatic processing akan meningkat menjadi rata-rata 15m2/jam
  6. Kebutuhan akan luasan kamar gelap menjadi lebih sedikit dari pada kebutuhan ruang untuk kamar gelap secara manual

0 komentar:

Teknik Penyimpanan Film

  Syarat-syarat Penyimpanan Film Secara Umum :

  • Suhu ruangan kurang lebih 13 derajat celcius

  • Kelembaban maksimum 50% dalam keadaan dingin

  • Terlindung dari radiasi pengion

  • Jauh dari bahan kimia

  • Tidak terjadi tekanan mekanik diantara kotak-kotak film sendiri

Jika syarat-syarat diatas tidak dipenuhi maka akan terjadi :

  • fog level akan meninggi

  • senssitifitas film menurun atau kepekaan film menurun

  • kontras film menurun

Teknik Penyimpanan Film Digudang :

  • udara dingin dan kering

  • sirkulasi udara cukup

  • film harus disimpang menurut "Expire Date"  nya

    • temeratur 20 derajat celcius

    Teknik Penyimpanan Film  Dikamar Gelap :

  • disimpang dimeja kering

  • dibuka pada keadaan gelap

  • disimpang dalam keadaan tegak

  • box film harus selalu ditutup

Teknik Penyimpanan Film Dikamar Pemeriksaan :

0 komentar:

Teknik Pemeriksaan Radiografi Thorax


introtochest2

ANATOMI
torax

TUJUAN Tujuan pemeriksan foto toraks :
Menilai adanya kelainan jantung, misalnya : kelainan letak
jantung, pembesaran atrium atau ventrikel, pelebaran dan penyempitan
aorta.
Menilai kelainan paru, misalnya edema paru, emfisema paru, tuberkulosis paru.
Menilai adanya perubahan pada struktur ekstrakardiak.
Gangguan pada dinding toraks • Fraktur iga • Fraktur sternum
Gangguan rongga pleura • Pneumotoraks • Hematotoraks • Efusi pleura

Gangguan pada diafragma • Paralisis saraf frenikus

Menilai letak alat-alat yang dimasukkan ke dalam organ di rongga toraks misalnya: EET, CVP, NGT dll.

BAGAIMANA MEMBACA FOTO THORAX?
Menentukan umur, jenis kelamin, dan riwayat pasien
Mengidentifikasi proyeksi dan teknik yang digunakan:
AP, PA, laterl, portable, atau standard distance
Mengidentifikasi posisi pasien:
Upright, supine, decubitus, lordosis
Melihat cara bernapas pasien
Adequate, hipoinflasi, hiperinflasi
Mengidentifikasi abnormalitas yang jelas dan umum
Ukuran jantung, besar atau normal
Bentuk jantung, pembesaran rongga yang spesifik
Contour/garis di bagian atas medistinal
Memeriksa aliran udara, penyimpangan trachea
Kesimettrisan paru-paru
Adakah pergeseran kea rah mediastinal?
Posisi hilus
Infiltrasi, massa, atau nodule paru-paru
Vaskularisasi paru-paru
Meningkat, menurun, atau normal
Lebih sedikit, lebih besar daripada bagian atas
Efusi pleura, tketumpulan sudut costophrenicus
Fracture atau lesion pada tulang rusuk, clavicula, dan spina
Mengecek posisi pembuluh
Mengecek lagi apa yang kita anggap normal dan melihat type blind spot (bercak yang samar-samar)
Di belakang jantung
Di belakang hemidiaphragma
Di apex paru-paru
Adakah pneumothorax?
Sudut costophrenicus
Dinding dada
Lesion tulang rusuk
Pundak
Melihat film-film yang lalu, bukan hanya yang paling baru
Memutuskan apa yang ditemukan dan lokasinya
Memberikan diagnosis yang berbeda yang berhubungan dengan riwayat klinis.

THORAX PA
Untuk posisi Thorax Pa diusahakan pasien berdiri / duduk karena diafragma berada pada ukuran terendah dan untuk mengurangi pembesaran jantung, pada pemeriksaan jantung digunakan foto PA dengan FFD 120 – 180 cm karena pada jarak tersebut ukuran jantung berada pada ukuran sebenarnya.
Skapula tidak akan menutupi daerah paru. Besar jantung dapat diperkirakan dengan lebih mudah. Tulang rusuk anterior tidak tampak jelas, sedang rusuk di bagian belakang semuanya menuju ke arah tulang punggung. Pada posisi ini kamera berada di belakang pasien.
Posisi Pasien
Pasien berdiri dengan dada menempel kaset / stand chest dan batas atas kaset kira-kira 3-5 cm di atas shoulder joint
Posisi Obyek
Tempatkan MSP tubuh berada pada tengah kaset, letakkan dagu pada atas kaset / chest stand.
Letakkan kedua punggung tangan di atas crista iliaka / hip dan rotasikan kedua elbow ke anterior sehingga shoulder menyentuh bagian kaset dan scapula tertarik ke arah lateral (untuk menghindari superposisi scapula dengan paru-paru)
Usahakan pasien inspirasi penuh pada saat eksposi
Usahakan kedua shoulder simetris kanan kiri untuk menghindari ketidaksimetrisan paru
Usahakan rambut tidak ada yang menutupi bagian obyek yang difoto

CR :
Tegak lurus film
CP : Pada MSP kira-kira pada vertebra thoracal V / Angulus Inferior Scapularis
Faktor Eksposi : 63 kV, 16 mAs dengan grid
Kriteria : Tampak gambaran trachea, lungs, arcus aorta dan jantung
Scapula tidak menutupi gambaran paru-paru
Kedua costal margin dan sinus costoprenikus tidak terpotong
Kedua paru simetris dilihat dari jarak costal margin ke columna vertebra dan jarak acromioclavicular joint simetris
Tampak juga gambaran thoracal I-VII sebagai indikasi kV yang cukup
thoraxpa
normalpa

THORAX AP
Skapula tidak akan menutupi daerah paru. Besar jantung dapat diperkirakan dengan lebih mudah. Tulang rusuk anterior tidak tampak jelas, sedang rusuk di bagian belakang semuanya menuju ke arah tulang punggung. Pada posisi ini kamera berada di belakang pasien. Posisi ini digunakan apabila pasien tidak dapat berdiri.
apabila pasien tidak dapat duduk. Pasien akan lebih sulit menarik nafas dalam, sehingga diafragma akan lebih tinggi. Jika ada cairan di paru atau di rongga pleura, maka hal ini tidak begitu jelas terlihat karena cairan cenderung hanya melapisi permukaan posterior paru.

Posisi Pasien
Tidur terlentang di atas meja pemeriksaan dengan kedua tangan di samping tubuh
Posisi Obyek
MSP tubuh sejajar dengan garis tengah meja pemeriksaan / tengah kaset, batas atas 3-5 cm di atas shoulder joint.
Jika memungkinkan fleksikan elbow, pronasikankan tangan serta letakkan kedua tangan pada hips untuk meminimalkan gambaran scapula ke arah lateral.
Usahakan shoulder simetris kanan kiri dan inspirasi penuh jika memungkinkan
CR
sinar tegak lurus film
CP
Menuju manubrium (Vertebta Thoracal VII) 

Kriteria
karena jauh dari film maka gambaran aorta dan jantung mengalami magnifikasi serta gambaran paru-paru terlihat lebih kecil dibandingkan posisi PA karena bayangan diafragma.
clavicula lebih tinggi dan ribs terlihat lebih horisontal

THORAX LATERAL
Gunakan FFD 120-180 cm
Gunakan lateral kiri untuk memperlihatkan gambaran jantung dan paru-paru kiri dan lateral kanan untuk memperlihatkan paru-paru kanan.
Posisi Pasien
Pasien berdiri true lateral dengan bagian yang diperiksa menempel film menempel kaset / stand chest dan batas atas kaset kira-kira 3-5 cm di atas shoulder joint. Batas atas servikal VII
Posisi Obyek
Tempatkan MSP pasien sejajar dengan garis tengah kaset. Tempatkan tangan ke atas dengan elbow fleksi serta kedua antebrachi bersilang diletakkan di belakang kepala seperti bantalan dengan kedua tangan memegang elbow.
Usahakan pasien bernapas dan ekspirasi penuh untuk memaksimalkan area paru-paru
CP
Sinar tegak lurus film
CR
5 cm kearah anterior menuju mid axillary line pada vertebra thoracal VII
Faktor Eksposi
125 kV, 12 mAs dengan grid atau
60 kV, 50 mAs dengan grid
Kriteria
Bagian superior ribs saling superposisi
Sternum dalam posisi true lateral
Angulus costoprenicus tidak boleh terpotong
normallatthoraxlat 
PERBEDAAN FOTO THORAX PA DENGAN AP
Pengambilan foto ini yang paling sering dilakukan pada pasien gawat, misalnya di ruang rawat darurat atau rawat intensif. Biasanya hasil foto ”portable” akan sedikit lebih buruk dibanding foto yang diambil di radiologi.
Pada foto dapat dilihat tulang rusuk melandai ke bawah, jantung akan lebih besar dan semakin membesar apabila jarak fokus terhadap pasien lebih dekat. Skapula tampak di atas daerah paru. Cara mengambil pasien berbaring dengan film diletakkan di punggung pasien dan kamera berada kira-kira 1,5 meter di depan pasien. Akan lebih baik jika pasien ditidurkan dalam posisi 450 dan pemotretan dilakukan saat inspirasi.
AP dengan FFD 120 cm
14359382 
AP dengan FFD 90 cm
99893279
Ini adalah film PA di kiri AP dibandingkan dengan film telentang di sebelah kanan.
AP menunjukkan perbesaran jantung dan pelebaran mediastinum. Bila memungkinkan pasien harus digambarkan dalam posisi tegak lurus PA. AP tinjauan kurang berguna dan harus disediakan untuk pasien yang sangat sakit tidak dapat berdiri tegak.

THORAX RAO / LAO (PA OBLIK)Proyeksi ini digunakan untuk melihat area maksimum dari paru-paru RAO untuk melihat bagian kanan dan LAO bagian kiri
Posisi Pasien
Pasien berdiri posisi PA atau tengkurap di atas meja pemeriksaan dan MSP tubuh sejajar dengan garis tengah kaset.
Posisi Obyek
Rotasikan pasien membentuk sudut 45 derajat atau 55 – 60 untuk menilai jantung serta aorta. Batas atas kaset 3 cm di atas shoulder joint

LAO

Merotasikan pasien ke kanan dengan cara tangan kiri lurus dan tangan kanan fleksi dan menahan saat badan dirotasikan berikut dengan kaki kanan fleksi untuk menahan bagian pelvis ketika rotasi agar obyek benar-benar true oblik.

RAO

Merotasikan pasien ke kiri dengan cara tangan kanan lurus dan tangan kiri fleksi dan menahan saat badan dirotasikan berikut dengan kaki kiri fleksi untuk menahan bagian pelvis ketika rotasi agar obyek benar-benar true oblik. Foto dibuat saat inspirasi penuh
CR : Sinar tegak lurus menuju ke tengah film
CP : Pada vertebra Thoracal VII

Faktor Eksposi : 63 kV dan 25 mAs dengan grid
posisithoraxrao
RAO
posisithoraxlao
LAO
Kriteria 

LAO
Terlihat area maksimum dari paru-paru kiri dengan susunan serabut-serabut brochialus
Tampak trachea
Tampak gambaran paru-paru kanan yang mengalami pemendekkan
Tampak jantung, arcus aorta dan aorta

RAO
Terlihat area maksimum dari paru-paru kanan dengan susunan serabut-serabut brochialus
Tampak trachea
Tampak gambaran paru-paru kiri yang mengalami pemendekkan
Posisi ini dapat untuk melihat gambaran atrium kiri, pulmonary arteri, bagian anterior dari apex ventrikel kiri dan ruang retrocardiac kanan.
Bila diberi kontras (OMD) foto RAO dapat untuk melihat jelas bagian esophagus
thoraxrao
RAO
thoraxlao
LAO

RPO dan LPO (AP Oblik)
Posisi ini digunakan ketika pasein tidak dapat prone / telengkup. Radiografi ini hasilnya hampir sama. RPO berhubungan dengan LAO dan LPO berhubungan dengan RAO. RPO digunakan untuk melihat area dari paru kanan dan LPO bagian paru kiri sehingga dapat disimpulkan bahwa bagian yang dekat dengan film merupakan gambaran paru-paru yang paling jelas.
Posisi Pasien
Tidur telentang di atas meja pemeriksaan
Posisi Obyek
Rotasikan pasien membentuk sudut 45 derajat ke arah yang diinginkan (LPO / RPO) seiring dengan merotasikan hip. Untuk LPO letakkan tangan kanan di belakang tubuh untuk fiksasi / penahan bobot tubuh dan tangan kiri letakkan sebagai bantalan kepala. Untuk RPO sebaliknya. Fleksikan kaki sebagai fiksasi agar obyek yang di foto true oblik. Foto ini dibuat saat inspirasi penuh
CR
Sinar tegak lurus film
CP
Vertebra thoracal IV untuk paru-paru
Vertebra thoracal V untuk jantung
Faktor Eksposi
63 kV dan 25 mAs dengan grid
Kriteria
Untuk LAO terlihat gambaran seperti RPO dan sebaliknya namun area paru-paru cenderung mengalami pemendekan karena magnifikasi dari diafragma.\
Jantung dan aorta mengalami magnifikasi dikarenakan ada jarak antara obyek tersebut dengan film

Sumber: 




0 komentar:

Template by Clairvo Yance
Copyright © 2012 Catatan Radiografer and Blogger Themes.